Kategori
Bahasa Indonesia

Pelabuhan Sunda Kelapa

Hari Jumat kemarin, tepatnya tanggal 15 November, adalah hari ulang tahun pernikahan saya dengan Niels Lange yang pertama.

Sudah terlambat untuk berlibur singkat di Pulau Macan, akhirnya kita sepakat untuk melihat obyek wisata di Jakarta yang Niels belum pernah kunjungi.

Pilihan jatuh ke Pelabuhan Sunda Kelapa, karena Niels suka semua hal tentang kapal laut dan berlayar. Lucunya selama hampir 5 tahun saya kenal Niels dan menikah tahun lalu, ternyata saya belum pernah mengajak Niels ke sana. Padahal saya beberapa kali membawa teman-teman dari luar negeri ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Biasanya berkunjung di akhir pekan, kondisi pelabuhan sepi, karena tidak ada aktivitas bongkar muat. Jumat kemarin, tidak hanya awak kapal yang sibuk bongkar muat, truk dan angkutan lain juga banyak berlalu lalang. Walhasil debu di mana-mana dan kami harus waspada terhadap kendaraan yang lewat.

Niels terheran-heran melihat kondisi kapal yang terlihat rapuh tetapi berisi ratusan ton barang untuk dikirim sejauh Sumatera dan Kalimatan.

Banyak hal yang menurut Niels sangat berbeda dengan yang dia pahami mengenai keselamatan dan keamanan saat berlayar. Papan yang dipakai sebagai jembatan kecil untuk naik ke atas kapal saja menjadi obyek yang menarik.

Ketika kami memutuskan untuk kembali pulang, salah satu dari dua orang pria yang saya lihat sedang berbincang, menyapa, “Mbak, dia dari mana asalnya?”. “Dari Jerman”, jawab saya. Lalu kami datang mendekat. Mereka menawarkan kami untuk naik ke atas kapal. Saya terlalu takut untuk jalan di atas papan kecil ke atas kapal, dan Niels mengurungkan keinginannya karena saya tidak mau naik ke atas kapal.

Mereka adalah juru mudi kapal yang mengangkut semen ke Palembang. Hari Senin besok akan berlayar jika cuacanya bagus. Mereka sempat bercerita bahwa bahan bakar sangat sulit didapat, sehingga hanya dapat menyimpan secukupnya. Padahal cadangan bahan bakar yang cukup sangat penting. Apalagi ketika terjadi ombak besar yang menyebabkan waktu berlayar menjadi lebih lama.

Setelah kami pamit dan mulai beranjak pergi, salah satu pria tadi berteriak, “Mbak, saya suka dia. Tidak sombong!”, saya langsung menerjemahkan untuk Niels dan Niels membalas dengan membungkuk dan dua tangan di depan dada.

Ketika Niels sibuk memperhatikan kapal-kapal, dan aktivitas manusia di atasnya, saya sibuk melihat kucing-kucing liar di sana. Banyak anak kucing dan kucing dewasa kurus yang tinggal di area pelabuhan. Berbeda dari kucing lain, kucing di dalam foto di bawah terlihat bersih dan gemuk.

Jika nanti ada kesempatan mengunjungi Pelabuhan Sunda Kelapa, saya titip untuk membawa makanan kucing dan mangkuk untuk minum kucing-kucing di sana.

Dan, satu yang tampak berbeda menurut saya dari kunjungan kali ini adalah warna dari kapal-kapal yang berlabuh cukup monoton. Padahal kapal-kapal di sana terkenal dengan warna-warninya yang ceria.

Pastinya, bagaimana pun kondisi pelabuhan dan kapalnya, kunjungan ke Pelabuhan Sunda Kelapa akan selalu meninggalkan cerita berkesan. Asalkan kita sejenak mendengar, dan membuka mata hati dan pikiran kita.

Oleh Devin Maeztri

Community Engagement Specialist at Automattic